Newest Post

// Posted by :Unknown // On :Selasa, 07 Mei 2013



MAKALAH
BIOLOGI MOLEKULER


OPTIMASI TEKNIK ISOLASI DAN PURIFIKASI DNA YANG EFISIEN DAN EFEKTIF PADA KEMIRI SUNAN (Reutalis trisperma (Blanco) Airy Shaw)

OLEH :
GRACE CHRISTINE
H41111324




 

Unhas OI










JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013



BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang
            Kemiri sunan (Reutealis trisperma (Blanco) Airy Shaw) merupakan salah satu tanaman penghasil biodiesel dengan potensi yang sangat besar disamping pemanfaatannya sebagai tanaman konservasi. Habitus tanaman, berupa pohon berukuran sedang dengan mahkota daun yang rindang dan lebar serta sistem perakaran yang dalam, sangat cocok untuk rehabilitasi lahan kritis marginal menjadi lahan yang produktif berkesinambungan. Tanaman ini berasal dari Filipina.
Minyak kemiri sunan mengandung racun sehingga tidak dapat dikonsumsi. VOSSEN dan UMALI (2002), menyatakan bahwa asam α-eleostearat dengan kandungan 50% dalam minyak merupakan senyawa yang mengakibatkan minyak kemiri sunan beracun. Minyak kemiri sunan dapat digolongkan jenis minyak nabati yang mudah mengering. Minyak kemiri sunan dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan seperti sebagai insektisida alami yang sangat efektif untuk membunuh hama dan bahan pelapis cat kapal.
Pada umumnya, teknik isolasi DNA pada tanaman tahunan memerlukan berbagai modifikasi dari teknik standar umumnya, seperti penambahan antioksidan polivinilpolipirolidon (PVPP) dan mercaptoethanol, ataupun penggunaan nitrogen cair untuk membantu menghancurkan jaringan serta penyimpanan lebih lama (over night) dari ekstrak daun yang telah digerus sebelum dilakukan purifikasi, sehingga berdampak pada biaya dan waktu.
Pada tulisan ini akan diuraikan teknik isolasi dan purifikasi DNA yang efektif dan efisien (dari berbagai teknik yang pernah dicoba), tetapi dapat menghasilkan kualitas DNA yang bagus dan tidak terkontaminasi, sehingga hasil dari PCR akan menunjukkan pola pita yang jelas. Hal ini merupakan tahap awal yang sangat menentukan dalam kegiatan penelitian biologi molekuler, baik yang menggunakan metode sederhana maupun yang paling canggih sekalipun. Teknik isolasi DNA adalah faktor penentu keberhasilan tahap selanjutnya. Biasanya, teknik isolasi DNA untuk tanaman tahunan memerlukan perlakuan khusus seperti penggunaan nitrogen cair untuk membantu menghancurkan jaringan, penyimpanan sampel daun di ruang gelap atau ditutup kertas aluminium foil selama beberapa jam sampai satu malam (over night).

I.2 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini yaitu untuk mengetahui teknik isolasi DNA berkualitas tinggi dari daun kemiri sunan dengan menggunakan kombinasi antioksidan polivinilpolipirolidon (PVPP) dan mercaptoethanol, namun tanpa penggunaan nitrogen cair sewaktu penggerusan ataupun penyimpanan lebih lama (over night) terhadap ekstrak daun yang telah digerus sebelum dilakukan purifikasi seperti yang sering dilakukan untuk tanaman tahunan, sehingga dapat menghemat biaya dan waktu.


BAB II
PEMBAHASAN

DNA berkualitas tinggi yang akan didapat dalam suatu ekstraksi merupakan satu kaidah dasar yang harus dipenuhi dalam studi molekuler, terutama dalam penandaan sidik jari DNA. Cetyl Trimethyl Ammonium Bromide (CTAB) merupakan metode yang umum digunakan dalam ekstraksi DNA tanaman yang banyak mengandung polisakarida dan senyawa polifenol (JOSE dan USHA, 2000).
Ada tiga langkah utama dalam ekstraksi DNA, yaitu (SURZYCKI, 2000):
·                Perusakan dinding sel (lisis).
·                Pemisahan DNA dari bahan padat seperti selulosa dan protein, serta
·                Pemurnian DNA
Dewasa ini perkembangan ilmu pengetahuan sangat pesat, diantaranya adalah perkembangan ilmu biologi molekuler yang memungkinkan diperolehnya suatu marka gen yang mengendalikan karakter target perbaikan dalam program pemuliaan tanaman. Penemuan teknik dalam memperoleh gen yang mengendalikan suatu karakter sebagai penanda atau marker molekuler, sangat membantu efektifitas maupun efisiensi dari pelaksanaan proses seleksi yang akan dilakukan. Marka molekuler berdasarkan polimorfisme yang terdeteksi pada tingkat makro molekul di dalam sel (GUPTA et al., 2002).
Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan yang mampu mendukung akselerasi kemajuan dari seleksi untuk mendapatkan karakter yang diinginkan, berbagai metode seleksi juga berkembang, antara lain adalah seleksi dilakukan pada tingkat gametofit dan sporofit (OTTAVIANO dan SARI-GORLA, 1993), seleksi secara in vitro (WENZEL dan FOROUGHI-WEBR, 1993), dan seleksi tingkat molekuler (ARUS dan MORINO-GONZALES, 1993).
Metode PCR dengan menggunakan sepasang primer, yang meliputi (HERRAN et al., 2000; LEBRUN et al.,2001). :
Ø   STSs (Sequence-Tagged Sites) dan (SCARs) Sequence Characterized Amplified Regions
Ø   DALP (Direct Amplification of Length Polymorphism)
Ø   SSRs (Simple Sequence Repeats)
Ø   IFLP (Intron Fragment Length Polymorphism)
Ø   ESTs (Expressed Sequence Tags)
Ø   RAMP (Random Amplified Microsatellite Polymorphism) dan REMAP (Retroposon-Microsatellite Amplified Polymorphism)
Ø   AFLP (Amplified Fragment Length Polymorphism) dan modifikasinya, SSCP (Single Strand Conformation Polymorphism) dan melacak beberapa sifat QTL (Quantitative Trait Locus)
Pemilihan jenis marka molekuler yang akan digunakan dalam seleksi harus benar-benar dipertimbangkan kesesuaiannya dengan fasilitas dan materi yang dimiliki untuk melakukan seleksi. Penyiapan atau purifikasi gen target juga sangat menentukan keberhasilan dari seleksi yang dilakukan. Dari berbagai jenis marka molekuler yang sudah ada, umumnya yang dipilih untuk dijadikan marka molekuler guna mendukung program seleksi antara lain adalah PCR berdasarkan marka, RFLP, RAPD, AFLP, SSR, dan QTL (HERRAN et al., 2000; TEULAT et al., 2000; LEBRUN et al., 2001).
Dalam bidang pemuliaan misalnya, penanda molekuler yang sering digunakan dalam kegiatan analisis keragaman genetik adalah RAPD (MAWIKERE, 2006; HANNUM et al., 2003; MAFTUCHAH, 2001). RAPD adalah penanda berbasis PCR dengan menggunakan 10 basa primer acak. Teknik RAPD tidak memerlukan pelacak DNA atau informasi mengenai sekuens DNA yang dilacak. Prosedurnya sederhana dan mudah dalam hal preparasi, dapat dilakukan secara maksimal untuk sampel dalam
A.           Ekstraksi dan Purifikasi DNA
Protokol yang digunakan untuk ekstraksi DNA adalah prosedur ekstraksi yang dikembangkan oleh DOYLE dan DOYLE (1987) berbasis CTAB dengan modifikasi penambahan 2% Polivinilpolipirolidon (PVPP). Sampel daun muda segar (Gambar 1) dari Kemiri Sunan ditimbang sebanyak 0,5 - 0,7 g, lalu diletakkan dalam cawan porselein steril dan ditambahkan 400 ul buffer ekstraksi CTAB kemudian digerus dengan mortar steril sampai daun lumat. Daun sampel yang telah lumat dimasukkan ke dalam tabung eppendorf 2 ml, kemudian ditambahkan kembali buffer ekstraksi CTAB sebanyak 400 μl dan divortex
selama 2-3 menit.
Tahapan selanjutnya dilakukan inkubasi sampel dalam water bath bersuhu 65°C selama 15 menit sambil tabung dibolak-balik setiap 5 menit. Tahapan ini dilakukan untuk mengoptimalkan kerja buffer ekstrak yang ditambahkan ke dalam sampel. Sampel kemudian divortex selama 2-3 menit, selanjutnya dilakukan sentrifugasi sampel dengan kecepatan 12.000 rpm selama 10 menit pada suhu 25°C. Tujuannya untuk memisahkan debris dan komponen sel lain yang menjadi penyebab kontaminasi dengan DNA.
Gambar 1. Daun muda yang digunakan untuk sampel

Supernatan yang telah diperoleh kemudian diambil dan ditambahkan dengan larutan Chloroform: Isolamylalkohol atau Chisam dengan perbandingan 24:1. Penambahan chisam ini dilakukan untuk mengekstraksi DNA dari kontaminan. Chloroform merupakan pelarut organik yang dapat melarutkan protein, lipid, dan molekul lain seperti polisakarida, sehingga diharapkan akan diperoleh supernatan berisi DNA yang bebas kontaminan. Suspensi kemudian divortex sampai rata untuk optimalisasi homogenasi.
Selanjutnya suspensi disentrifugasi pada kecepatan 12.000 rpm pada suhu 25°C selama 10 menit, sehingga diperoleh suspensi dengan tiga lapisan; lapisan atas berwarna hijau jernih, lapisan tengah berwarna hijau keruh, dan lapisan bawah berupa pelet yang berwarna hijau tua. Supernatan pada lapisan paling atas diambil dan ditambahkan dengan 2/3 x volume larutan isopropanol dingin untuk presipitasi DNA. Supernatan yang telah ditambahkan isopropanol kemudian digoyang perlahan-lahan dengan cara membolak-balikkan tabung. Untuk mengendapkan DNA (pelet DNA), larutan disentrifugasi kembali pada kecepatan 12.000 rpm pada suhu 4°C selama 20 menit.
Endapan DNA dicuci dua kali dengan 70% etanol sebanyak 500 ul, disentrifugasi selama 5 menit pada kecepatan 12.000 rpm dengan suhu 4°C, kemudian cairan etanol dibuang dan pelet DNA dikeringanginkan, lalu dilarutkan dalam 50 μL bufer TE (10 mM Tris-HCl, 1 mM EDTA, pH 7,5) dan ditambahkan 1 μL RNAse A (10 mg/mL) kemudian diinkubasi pada suhu 37°C selama 30 menit sampai 1 jam. DNA disimpan dalam refrigerator sampai siap digunakan.

B.       Pengukuran Konsentrasi dan Kemurnian DNA
DNA hasil isolasi selanjutnya dilakukan cek kuantitas dan kualitas untuk melihat konsentrasi dan kemurniannya dengan menggunakan spektrofotometer dan elektroforesis gel. Pengukuran konsentrasi DNA dengan spektrofotometer dilakukan pada panjang gelombang 260 nm, sedangkan protein diukur pada panjang gelombang 280. Kemurnian larutan DNA dapat dihitung melalui perbandingan A260 nm dengan A280 nm. Batas kemurnian yang biasa dipakai dalam analisis molekuler pada rasio A260/A280 adalah 1,8-2,0 (SAMBROOK et al., 1989).
DNA yang sudah diukur konsentrasinya diencerkan sehingga mendapatkan konsentrasi yang seragam untuk digunakan dalam analisis PCR. Selanjutnya dilakukan pengecekan kualitas DNA dengan elektroforesis gel untuk mengetahui tingkat kemurnian DNA dari kontaminan RNA dan keutuhan DNA hasil isolasi.

C.      Amplifikasi DNA
Reaksi amplifikasi DNA dilakukan menggunakan Mesin PCR (MJ Research tipe PCT-100), dengan kondisi PCR sebagai berikut: satu siklus 3 menit pada suhu 94°C, dan diikuti dengan 45 siklus selama 1 menit pada suhu 94°C (denaturasi), 1 menit pada suhu 37°C (annealing), 2 menit pada suhu 72°C (ekstensi).   Seluruh produk amplifikasi DNA dilengkapi dengan ekstensi selama 1 menit pada suhu 72°C. Analisis PCR dilakukan dengan total reaksi 20µl mengandung 10 ng DNA genomik cetakan, masing-masing dNTP 0,1 µM (dATP, dCTP, dGTP, dan dTTP), masing-masing primer RAPD 0,25 pmol, enzim Taq DNA polymerase 0,04 unit dalam larutan buffer 1X (20 mM Tris-HCl pH 8,0, 100 mM KCl, 0,1 mM EDTA, 1 mM DTT, 50% glycerol, 0,5%, Tween 20, 0,5% nonidet P40 dan MgCl2 1,5mM). Hasil amplifikasi divisualisasikan menggunakan elektroforesis horizontal dengan gel agarose 1,5% (w/v) dalam buffer 1x TAE. Gel agarose kemudian direndam di larutan EtBr, sehingga pola pita dapat dilihat di bawah sinar ultraviolet. Hasil elektroforesis difotomenggunakan BIO-RAD Gel Doc™ EQ.
Berbagai teknik atau metode dapat dilakukan untuk mengisolasi DNA tergantung dari jenis tanaman, organ tanaman atau jaringan tanaman yang digunakan. Tetapi pada dasarnya ada tiga faktor penentu dalam ekstraksi dan purifikasi DNA secara optimal :
1) Penghomogenan jaringan tanaman.
2) Komposisi penambahan larutan buffer pada saat penggerusan daun/jaringan tanaman sampel
3) Penghilangan enzim penghambat polisakarida khususnya untuk tanaman tahunan.
Tanaman kemiri sunan merupakan tanaman tahunan yang mengandung senyawa metabolit sekunder yang cukup tinggi, seperti getah dan polifenol, sehingga perlu dilakukan optimasi dalam mengisolasi DNAnya untuk memperoleh DNA dengan kualitas yang tinggi. DNA tanaman dengan kualitas rendah akan menyebabkan hasil amplifikasi fragmen DNA tidak optimum. Oleh sebab itu modifikasi pada metode ekstraksi yang sudah baku pada tanaman tertentu perlu dilakukan.
Pada teknik ekstraksi kemiri sunan digunakan fenolkloroform yang berfungsi sebagai pendenaturasi protein. Sedangkan DNA dan RNA tidak terdenaturasi karena molekul ini tidak larut di dalam pelarut organik seperti fenol-kloroform. Selanjutnya dilakukan presipitasi DNA dengan menggunakan etanol yang berfungsi sebagai penghilang fenol-kloroform. Apabila fenol-kloroform masih berada di dalam sampel maka ada kemungkinan akan menghambat kerja enzim-enzim restriksi atau enzim lain yang digunakan untuk analisis molekuler.
Proses penggerusan atau homogenasi daun muda sampel tidak menggunakan nitrogen cair, tetapi cukup ditambahkan 0,5 ml buffer ekstraksi CTAB yang mempunyai fungsi untuk melisiskan membran sel dan membran fosfolipid bilayer. Hal ini sesuai dengan hasil beberapa peneliti terdahulu, diantaranya SURZYCKI (2000); SANTOSO (2005), mengatakan bahwa bufer CTAB dengan kandungan garam yang tinggi dapat memisahkan polisakarida dari dinding sel. ARDIANA (2009), menyatakan bahwa penggunaan bufer CTAB sebagai pengganti nitrogen cair untuk mengisolasi DNA pada tanaman jeruk dan pepaya dapat menghasilkan produk DNA yang berkualitas yang ditunjukkan oleh pita DNA genom.
Hasil pengecekan kualitas dan kuantitas dengan spektrofotometer menunjukkan bahwa DNA yang diperoleh dari sampel-sampel kemiri sunan memiliki kualitas dan kuantitas DNA yang cukup baik (Tabel 1). Kuantitas DNA yang diperoleh mempunyai kisaran antara 668,80 - 5.031,39 ng/ul. Jumlah DNA ini relatif cukup banyak dan dapat digunakan untuk analisis PCR sampai ratusan kali. Sementara itu, kualitas DNA yang diperoleh juga berada pada kisaran angka dimana DNA dikatakan murni yaitu antara 1,8-1,9. Seperti dijelaskan dalam SAMBROOK et al. (1989) bahwa DNA dikatakan murni apabila mempunyai angka A260/A280 dalam kisaran 1,8-2,0.

Tabel 1. Hasil pengecekan kualitas dan kuantitas DNA kemiri Sunan menggunakan spektrofotometri

Gambar 2. Hasil pengecekan kualitas DNA sampel kemiri sunan dengan gel elektroforesis 1%

Hasil pengecekan kualitas DNA dengan menggunakan gel elektroforesis 1% juga menunjukkan hasil yang cukup memuaskan dimana DNA yang diperoleh terlihat utuh (Gambar 2). DNA yang utuh ditandai dengan tidak adanya smear DNA yang dielektroforesis. Hal ini menjadi penting karena pada proses PCR, DNA yang masih utuh akan lebih memberikan hasil yang relatif lebih akurat. DNA yang diisolasi dari tanaman seringkali terkontaminasi oleh polisakarida dan metabolit sekunder seperti tanin, pigmen, alkaloid dan flavonoid, sehingga diperlukan cara untuk menghindari hal di atas.
Teknik yang digunakan dalam percobaan kali ini adalah kombinasi penambahan antioksidan polivinilpolipirolidon (PVPP) dan mercaptoethanol pada buffer ekstraksinya. Dengan kombinasi ini dihasilkan kualitas DNA yang baik. PVP dan mercatoethanol akan mereduksi senyawa-senyawa fenolik yang keberadaannya dapat merusak kualitas DNA. Penggerusan secara langsung sampel segar tanpa penyimpanan selama semalam dan tanpa penggunaan nitrogen cair (yang diketahui sangat membantu untuk menghancurkan jaringan dan melindungi DNA dari degradasi oleh enzim DNase) tetapi hasil yang diperoleh sangat memuaskan yang ditandai dengan kualitas DNA yang utuh dan murni dilihat dari nilai rasio A260/A280 (Tabel 1 dan Gambar 2).
Untuk membuktikan bahwa DNA yang telah diperoleh mempunyai kualitas yang sangat baik maka DNA tersebut digunakan sebagai cetakan (template) untuk analisis PCR dengan menggunakan program RAPD. Hasil amplifikasi PCR menggunakan primer RAPD OPB-17 menunjukkan bahwa DNA yang diamplifikasi menghasilkan pita DNA (amplikon) yang sangat bagus dimana pola pita DNA terlihat sangat jelas dan tebal (Gambar 3). Dari hasil ini dapat dikatakan bahwa teknik isolasi DNA yang dipakai dalam kegiatan ini adalah sangat memberikan hasilm yang nyata dan memenuhi syarat untuk digunakan dalam ekstraksi DNA kemiri sunan. Beberapa penelitian tentang optimasi isolasi DNA dan protokol untuk PCR-RAPD juga telah dilakukan untuk tanaman aromatik dan obat-obatan serta tanaman endemik (PADMALATHA dan PRASAD, 2006; TRIDJATMIKO, 2006; SAHASRABUDHE dan DEODHAR, 2010).
Keberhasilan di atas, telah memberikan hasil bahwa dengan cara menghilangkan penggunaan nitrogen cair yang relatif sulit didapatkan, di samping juga harganya yang cukup mahal, tanpa penyimpanan sampel jaringan yang akan diisolasi serta dengan memodifikasi teknik yang digunakan dapat memberikan hasil DNA yang sangat murni dan pola pita yang sangat jelas ketika dilakukan proses PCR. Hal ini memberikan efek yang sangat signifikan pada pembiayaan dan efektivitas waktu, sehingga proses analisis molekuler bisa lebih hemat dan cepat.




Gambar 3. Contoh pola pita hasil amplifikasi PCR menggunakan cetakkan DNA kemiri Sunan hasil ekstraksi dengan teknik miniprep CTAB

Dalam percobaan ini, pengerjaan ekstraksi dan isolasi DNA lebih difokuskan pada bagaimana memodifikasi bahan kimia dan teknik yang digunakan, misalnya pada saat penggerusan, pemvortekan sampel, dan pengaturan temperatur annealing yang digunakan pada saat denaturasi. Menurut SUBANDIYAH (2006), kegagalan dalam PCR sering disebabkan karena proses denaturasi yang tidak sempurna. Suhu yang diprogramkan biasanya 95°C selama 30 detik atau 97°C selama 15 detik. Sedangkan ARDIANA (2009) menyatakan bahwa untuk DNA yang mengandung G+C tinggi, suhu perlu dinaikkan atau waktu denaturasi diperpanjang tetapi tidak terlalu lama dan suhunya tidak terlalu tinggi karena akan merusak enzim Taq D-pol yang umumnya mempunyai waktu paruh 40 menit pada 95°C.

    
 
 
BAB III
PENUTUP

III.1 Kesimpulan
Teknik ekstraksi DNA berbasis CTAB dengan memodifikasi serta penambahan antioksidan polivinilpolipirolidon (PVPP) dan mercaptoethanol, tanpa penggunaan nitrogen cair ataupun penyimpanan lebih lama (over night) ekstrak daun yang telah digerus sebelum dilakukan purifikasi seperti yang sering dilakukan untuk tanaman tahunan, dapat dilakukan pada sampel daun kemiri sunan dengan memberikan hasil yang sangat memuaskan. Kualitas dan kuantitas DNA yang dihasilkan dapat digunakan dengan baik untuk proses PCR terlihat dari pola pita DNA yang dihasilkan sangat jelas dan tebal. Dengan demikian, teknik ekstraksi ini cukup menghemat waktu dan biaya yang dapat ditekan seefektif dan seefisien mungkin.

III. 2 Saran
Sebaiknya  dalam mengisolasi DNA tanaman tahunan lain yang mempunyai kemiripan dengan kemiri sunan atau yang mempunyai kandungan phenol tinggi, disarankan untukmengikuti protokol seperti yang dilakukan pada kemiri sunan ini.



DAFTAR PUSTAKA

ARDIANA, D.W. 2009. Teknik isolasi DNA genom tanaman pepaya dan jeruk dengan menggunakan modifikasi bufer CTAB. Bul. Teknik Pertanian. 14(1): 12-16.

ARUS, P. and J. MORENO-GONZALES. 1993. Marker-assistedselection. In: Hayward, M.D., N.O. Bosemark, and I.Romagosa (Eds.) Plant Breeding: Principles and Prospects. Chapman & Hall. London. p.314 - 331.

DOYLE, J.J. and J.L. DOYLE. 1987. A rapid DNA isolation procedure for small quantities of fresh leaf tissue. Phytochem. Bull. 19:11-15.

GUPTA, P.K., R.K. VARSHNEY, and M. PRASAD. 2002. Molecular Markers: Principles and Methodology. In: Jain, S.M., D.S. Brar, and B.S. Ahloowalia (Eds.). Molecular Techniques in Crop Improvement. p.9-54.

HANNUM, S., A. HARTANA, dan SUHARSONO. 2003. Kemiripan genetik empat populasi kelapa genjah berdasarkan random amplified polymorphic DNA. Hayati 10(4): 125-129.

HERRAN, A., L. ESTIOKO, D. BECKER, and M.J.B. RODRIQUEZ. 2000. Linkage mapping and QTL analysis in coconut. Theor. Appl. Genet. 101:292 - 300.

JOSE, J. and R. USHA. 2000. Extraction of geminiviral DNA from a highly mucilaginous plant (Abelmoschus esculentus). Plant Mol. Biol. Rep. 18: 349 - 355.
LEBRUN, P., L. BAUDOUIN, R. BOURDEIX, J.L. KONAN, J.H.A. BARKER, C. ALDAM, A. HERRÀN, and E. RITTER. 2001. Construction of a linkage map of the rennel island tall coconut type (Cocos nucifera L.) and QTL analysis for yield characters. Genome. 44:962-970.

MAFTUCHAH. 2001. Strategi pemanfaatan penanda molekuler dalam perkembangan bidang hortikultura. Makalah Sarasehan Pemanfaatan Penanda Molekuler di Bidang Hortikultura. Perhorti Jatim - Deptan.

MAWIKERE, N.L. 2006. Plasma nutfah kelapa Papua dan hubungan kekerabatannya dengan populasi kelapa Indonesia lainnya dan Papua New Guinea berdasarkan penanda RAPD. Disertasi Doktor Sekolah Pascasarjana, IPB. Bogor.

OTTAVIANO, E. and M. SARI-GORLA. 1993. Gametophytic and Sporophytic Selection. In: Hayward, M.D., N.O. Bosemark, and I. Romagosa (Eds.) Plant Breeding: Principles and Prospects. Chapman & Hall. London. p.332-352.

PADMALATHA, K. and M.N.V. PRASAD. 2006. Optimization of DNA isolation and PCR protocol for RAPD analysis of selected medicinal and aromatic plants of conservation concern from Peninsular India. Afr. J. Biotechnol. 5:230-234.

SAHASRABUDHE, A. and M. DEODHAR. 2010 Standardization of DNA extraction and optimization of RAPD-PCR condition in Garcinia indica. International Journal of Botany. 6(3): 293-298.

SAMBROOK, J. and D.W. RUSSEL. 1989. Molecular Cloning: A Laboratory Manual. New York: Cold-Spring Harbor Laboratory Press. 2nd edition 165p.

SANTOSO, P.J. 2005. Modified CTAB-based DNA isolation procedure for fruit crops. Jurnal Stigma XIV(1):1-4.

SUBANDIYAH, S. 2006. Polymerase Chain Reaction untuk Deteksi atau Identifikasi Patogen Tumbuhan. Beberapa Metode Ekstraksi DNA. Pelatihan dan Workshop Identifikasi DNA dengan Aplikasi PCR. Malang. p.43-50.

SURZYCKI, S. 2000. Basic Techniques in Molecular Biology. Springer-Verlag, Berlin, Heidelberg, New York.

TEULAT, B., C. ALDAM, R. TREHIN, P. LEBRUN, J.H.A. BARKER, G.M. ARNOLD, A. KARP, L. BOUDOUIN, and F. ROGNON. 2000. An analysis of genetic diversity in coconut (Cocos nucifera) population from across the geographic range using sequence-tagged microsatellite (SSRs) and RFLPs. Theor. Appl. Genet. 100:764-771

TRIDJATMIKO, K.R. 2006. Penggunaan Metode PCR untuk Deteksi Cepat Keragaman DNA. Pelatihan dan Workshop Identifikasi DNA dengan Aplikasi PCR. Malang. p.22-25.

VOSSEN, H.A.M. dan B.E. UMALI. 2002. Plant Resources of South-East Asia No 14. Prosea Foundation. Bogor. Indonesia.

WENZEL, G. and B. FOROUGHI-WEBR. 1993. In vitro Selection. In: Hayward, M.D., N.O. Bosemark, and I. Romagosa (Eds.) Plant Breeding: Principles and Prospects. Chapman & Hall. London. p.353 - 370.

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

// Copyright © .Read with ChocoHazenut //Anime-Note//Powered by Blogger // Designed by Johanes Djogan //